September 04, 2009

Puasa Lahir Batin

Hakikat puasa adalah menahan dan 'mengelola' diri. Tujuannya meraih derajat kehidupan yang penuh takwa (QS Albaqarah [2]: 183). Dengan begitu, shaimin (orang-orang yang berpuasa) itu tidak lagi terjajah oleh hawa nafsunya menjadi manusia yang berwatak binatang. Esensi takwa yang menjadi target ibadah puasa adalah kehati-hatian, menjaga atau mawas diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa.




Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk pembentukan karakter takwa. Menurut para ulama, indikator karakter takwa itu setidak-tidaknya ada sepuluh.
Pertama, menjaga perut agar hanya mengonsumsi yang halal, baik, dan bergizi. Puasa melatih menahan diri dari rasa lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Kedua, memelihara lisan agar tidak berdusta, dan menggunjing (gosip).
Ketiga, menjaga mata agar tidak digunakan melihat dunia dengan pandangan rakus, foya-foya, dan hedonistik. Keempat, menjaga tangan agar tidak melakukan yang haram. Kelima, menahan kedua kaki melangkah menuju kemaksiatan, sebaliknya senantiasa memacu langkah menuju cinta-Nya.
Keenam, menjaga dan menutrisi hati dengan tazkiyatun nafsi (penyucian diri). Ketujuh, menjaga pikiran untuk senantiasa berpikir jernih dan positif, mengembangkan daya nalar dengan senantiasa merenungi ayat-ayat Allah dalam Alquran maupun alam raya. Kedelapan, memaksimalkan ketaatan. Ramadhan mendidik umat Islam, terutama pada sepuluh hari terakhir untuk banyak beristighfar, zikir, tadarus Alquran, iktikaf, serta penyucian harta dengan berzakat dan bersedekah.
Kesembilan, menjaga pola hidup sehat dan bersih. Ramadhan mendidik kita untuk disiplin waktu: bangun tidur lebih awal, shalat Subuh berjamaah, dan sebagainya. ''Berpuasalah, niscaya kalian menjadi sehat.'' (HR At-Tabarani). Dan kesepuluh, meningkatkan ukhuwah dan solidaritas sosial.
Semoga kita dapat memaknai Ramadhan kali ini dengan puasa lahir batin, sehingga kita memperoleh ampunan, rahmat, dan kemenangan sebagaimana dijanjikan Allah SWT. Dan yang pasti, menjadi hamba-Nya yang bertakwa.



Baca Selengkapnya......

7 Langkah Kesabaran (Ren 7 Pu)

Sebuah rumah gubuk kecil berdiri anggun di tanah pegunungan yang indah dan hijau. Di gubuk yang terpencil itu, tinggallah seorang kakek tua yang sangat terkenal karena kebijakasanaannya. Banyak orang dari berbagai tempat datang kepadanya untuk meminta nasehat si kakek tua itu. Suatu hari, datanglah seorang pria yang telah tiga hari lamanya menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Sesampai di hadapan si kakek tua, pria itu memohon nasehat tentang bagaimana cara mengendalikan emosi yang tidak terkendali.



Setelah sejenak memandang pria tersebut, sang kakek tua nan bijak itu pun berkata, ”Anak muda, setiap kali engkau tersinggung atau terpancing untuk marah-marah, ingatlah ren 7 pu. Tujuh langkah kesabaran. Untuk itu, lakukanlah twee 7 pu, cai cuo 7 pu, yaitu melangkah mundur tujuh langkah, lalu maju tujuh langkah, dan lakukan hal tersebut tujuh kali kali berturut-turut. Lakukan dengan langkah mantap sambil berhitung. Setelah itu, barulah engkau ambil keputusan bertindak."
Merasa mendapatkan nasihat bijak, pria itu pulang kembali ke desanya. Ia yakin sekali masalah emosi yang dideritanya pasti bisa terpecahkan. Tiga hari perjalanan kembali harus dia tempuh. Hari telah larut ketika ia sampai di rumah. Dengan pakaian yang lusuh, badan letih dan pegal-pegal, serta perut sangat lapar, ia masuk ke dalam kamar istrinya. Di kepalanya, ia hendak meminta istrinya supaya menyediakan makan malam dan air hangat untuk mandi. Tetapi seperti disambar geledek, pria itu mendapati istrinya sedang tertidur lelap di balik selimut dengan orang lain.
Demi melihat pemandangan menjijikkan itu, langsung amarahnya meluap tak tertahankan lagi. ”Kurang ajar! Baru ditinggal sebentar saja sudah berani menyeleweng...!” Tanpa berpikir panjang, pria itu mencabut belati dan hendak menghabisi keduanya. Tetapi, seketika itu juga dirinya teringat dengan nasehat si kakek tua yang bijak; twee 7 pu, cai cuo 7 pu. Sambil tetap mengangkat tangan menghunus belati, pria itu mulai menjalankan nasihat si kakek. Ia melangkah sambil menghitung, dwee 7 pu, mundur tujuh langkah, cai cuo 7 pu, maju tujuh langkah. Kembali lagi, dwee 7 pu cai cuo 7 pu, sampai akhirnya suara hitungan dan hentakan kakinya membangunkan sang istri.
Ketika istrinya menyingkap selimut, kagetlah pria itu karena mendapati orang yang tidur di samping istrinya ternyata adalah ibunya sendiri. Detik itu juga rasa syukur terucap dari mulutnya yang bergetar. Ia telah berhasil mencegah satu tindakan emosional dan bodoh. Seandainya saja kesabarannya tidak muncul di saat-saat yang genting tadi, mungkin orang-orang yang paling dicintainya itu telah mati di tangannya sendiri, dan hidupnya akan dirundung penyesalan sepanjang hayat.
Pembaca yang budiman. Kesabaran adalah mutiara kehidupan yang pantas dan harus kita miliki! Saat kita berjuang tetapi belum berhasil, kita membutuhkan ren atau kesabaran. Kesabaran dalam perjuangan bisa pula diartikan sebagai suatu keuletan, ketekunan, atau mental tahan banting. Ketika menghadapi orang lain yang sedang emosi, kita pun butuh kesabaran. Saat kita sendiri sedang marah, kita pun perlu rem berupa kesabaran. Kesabaran dalam konteks tersebut berarti suatu kematangan mental untuk mampu menahan diri dan mengendalikan sikap-sikap kita supaya tidak terjerumus pada tindakan-tindakan irasional yang merugikan.
Kesabaran merupakan ilmu hidup yang harus kita miliki jika kita ingin meraih sukses sejati. Tanpa kesabaran, kita akan mudah terjebak dalam komunikasi negatif dan sulit menjalin hubungan sosial yang konstruktif. Tanpa kesabaran kita cenderung mudah melakukan tindakan-tindakan tak terkendali yang mengundang penyesalan di kemudian hari. Sebaliknya, melatih kesabaran berarti memperkecil kemungkinan penyesalan. Jadi, saat emosi menguasai kita, ingatlah ren 7 pu , tujuh langkah kesabaran.



Baca Selengkapnya......

blogger templates | Make Money Online